I know not with what weapons World War III will be fought, but World War IV will be fought with sticks and stones.
Konon seseorang dilahirkan sebagai bertipe sport atau art. Mungkin itu benar. Terbukti di sini, pagi-pagi di acara workshop di sebuah hotel, kegiatan peserta terbagi dua.
Hm, sepertinya tidak ada bedanya
Saat berkendara pagi-pagi di jalur ngantang-malang, karena tidak mungkin terus-terusan melihat jam, ada dua jenis penunjuk waktu yang menentukan apakah dapat mencapai SD Lab UM sebelum jam 7
Arloji alami, begitu sering kupikirkan, yang pertama adalah sorot sinar matahari yang sangat jelas akibat ef
Arloji alami, begitu sering kupikirkan, yang pertama adalah sorot sinar matahari yang sangat jelas akibat ef
Kind words are short and easy to speak, but their echoes are truly endless.
Dia masih ingat rumahnya.
Saat pertama menempati Lazy Home, dia sudah ada di depan rumahku, bernyanyi. Meski menakutkan, kuputuskan untuk tidak mengusirnya, kubiarkan dia tinggal, toh dia memang lebih dulu tinggal di sini.
Dia seekor kumbang, semacam lebah tapi besar.
Saat pertama menempati Lazy Home, dia sudah ada di depan rumahku, bernyanyi. Meski menakutkan, kuputuskan untuk tidak mengusirnya, kubiarkan dia tinggal, toh dia memang lebih dulu tinggal di sini.
Dia seekor kumbang, semacam lebah tapi besar.
Courage is what it takes to stand up and speak; courage is also what it takes to sit down and listen.
Jalur yang berkelok mirip seperti di game real-racing.
Bagi pengendara sepeda motor, jalur ini cocok untuk pamer skill mirip Rossi; menyalip di tikungan. Tidak cocok untuk pamer top speed karena praktis kecepatan rata-rata hanya 80kpj saja.
Bagi pengendara sepeda motor, jalur ini cocok untuk pamer skill mirip Rossi; menyalip di tikungan. Tidak cocok untuk pamer top speed karena praktis kecepatan rata-rata hanya 80kpj saja.
Laws alone cannot secure freedom of expression; in order that every man present his views without penalty there must be spirit of tolerance in the entire population.
Musik adalah pelepas dahaga yang mengisi cangkir keheningan
Di awal malam sekitar enam tahun yang lalu, aku dan Anggun sedang "ngleyeh" di kamarku di Lazy Home. Mungkin saat itu hari sabtu malam; biasanya Anggun ke rumah hari sabtu, kujemput.
Anggun mengerjakan tugas akademi kebidanannya yang segunung sedangkan aku sedang santai sambil otak-atik Fruity Loop dan Cool Edit di laptop Eeyor. Komputer Pentium 2 di ruang depan menyiarkan siaran Dhamma TV, ada semacam ceramah dari Biksu yang sudah ku kenal namun namanya tidak ku hafal.
Kami tidak perlu bersusah payah lihat TV karena toh gambarnya lebih menyerupai semut daripada gambar Kelenteng. Jika memasang antenna di belakang rumah, memang seperti itu, pilihannya adalah gambar jelek namun suara bagus, atau gambar bagus dengan suara berkeresak. Jika pasang di depan rumah pilihannya adalah gambar bagus dengan suara jernih dan resiko antenna sudah tidak ada saat pulang dari kampus, hm... mungkin itu bukan pilihan.
Berikut adalah pemikiran dari seseorang yang menolak perilaku ekstrim; semacam memiskinkan atau memperkaya diri.
Beberapa hari yang lalu saya pintu kamar mandi saya digedor-gedor tetangga.
"Woi, lagi mandi ya!!!"
"Iya..." sahut bibiku yang lagi mandi
"Ups, sori,..." ganti dia gedor-gedor WC
"Woi, lagi di WC ya!!!" walah..., gimana mau jawab. Aku diam aja, mood-ku langsung hilang.
"Eh, kok diam saja? lagi di dalam WC ya?" ckckck...
"Ada apa Gus?" kataku nongol dari pintu WC
"Baru dari WC?" Busyet dah...